1 Desember 2009. Setahun yang lalu, Harian Vokal mulai tampil dalam panggung media massa di Provinsi Riau. Di tengah menjamurnya media tetangga, koran yang ber-tagline Koranku Koranmu Koran Kita Semua ambil bagian dalam mengisi kebutuhan informasi khalayak ramai. Media massa yang dikelola kalangan anak muda ini hadir ke hadapan pembaca setiap paginya.
Detak waktu terus berjalan. Tak terasa sudah setahun Harian Vokal menghiasi ruang publik. Sebagai media bernama VOKAL, cendrung diartikan sebagai koran yang bersuara lantang, fokus dan isinya bergema. Efek beritanya seperti halilintar di siang hari. Suaranya tak terbendung dan gerakannya tak terhentikan. Begitulah orang melihat VOKAL.
Memang begitulah adanya. Mempublikasi fakta apa adanya, mengungkap cerita di balik peristiwa, dan memuat berita tak dimaksudkan melukai siapa pun adalah karakter Vokal. Vokal bukan sekumpulan suara yang di-setting untuk menyanyikan lagu pesanan. Vokal bukan perpaduan suara yang sengaja dibentuk untuk menghibur golongan tertentu.
Vokal adalah suara hati dan jeritan ketidakadilan yang menimpa rakyat. Menjadi perpanjangan tangan atas kaum yang ditindas dan tertindas. Sambungan lidah kalangan papa yang suaranya dibungkam.
Menjadi media yang mengungkap segala yang bias soal pejabat. Menyajikan dengan rangkaian fakta dan data sedemikian apik. Enak dibaca dan tak lari dari kenyataan. Tatkala dimuat sebagai berita, pusat kesadaran objek berita langsung tersentuh. Dia tak bisa menggelak dari kesalahan. Inilah seni Vokal.
Umur belum setahun jagung dan darah belum setampuk pinang, Vokal sudah mempraktikan seni demikian. Terasa benar dampaknya. Di tengah jamaknya media massa yang terbeli halamannya oleh pemerintah dan pihak tertentu, Vokal hadir sebagai penyeimbang. Apa yang tersembunyi dan disembunyikan akibat kerja sama dengan pihak tertentu, harian ini mengungkapnya. Makanya tak heran, banyak yang terkejut dan tidak sedikit pula bertanya-tanya; “Apa orientasi Harian Vokal?”
Inilah Vokal. Apapun bisnis, pasti dimaksudkan mencari keuntungan. Apapun usaha, jelas mencari uang. Apapun koran di Riau, terang menjalin kerja sama strategis dengan sejumlah pihak. Vokal juga demikian. Namun hanya saja, kerja sama yang dilakukan tak menjajah kebebasan pers, tidak menghilangkan independensi dan mencabut kemandirian gerak mesin jurnalistik.
Semuanya harus berjalan pada koridor masing-masing. Uang tidak boleh membumihanguskan sikap kritis. Halaman puja-puji yang dikontrak jangan sampai berefek pada pengaturan pada halaman yang lain. Halaman pariwara tak etis dimaksudkan untuk mengutak-atik halaman kontrol sosial.
Semua pihak mesti cerdas memahami pagar api antara indealisme redaksi dan kebutuhan perusahaan. Tak boleh ada yang mendominasi satu pihak untuk ketersudutan divisi lainnya.
Bisnis koran adalah usaha pemenuhan kebutuhan informasi masyarakat. Jangan lantaran uang, hak-hak masyarakat tak diberikan. Jangan gara-gara keuntungan lain, hak rakyat dikebiri.
Pembaca Budiman! Doakan kami, agar kami tetap mengakar di hati masyarakat. Kami mungkin bukan terbesar, tetapi sebagai media berpengaruh di Provinsi Riau, itu pasti! **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar